Ini adalah sebuah tulisan yang saya copy paste dari akun facebook senior saya, Wahyu Abdullah. Karena saya rasa tulisan ini sangat menarik dan inspiratif, maka saya share disini. Semoga bermanfaat.
Empat belas Maret 1980, tepat 34 tahun yang lalu engkau menghadap sang khalik sekaligus meningalkan Indonesia tercinta untuk selamanya. Negara yang pernah engkau bela (merdeka-kan) dengan segenap jiwa raga tanpa berharap sesuatu apapun. Jasa dan pengabdianmu untuk Indonesia akan senantiasa melekat pada jiwa setiap mereka yang mau menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk Bangsanya. Meskipun sampai hari ini, realita yang ada tidak banyak dari kita yang mengenalmu apalagi mengenangmu sebagai Bapak Bangsa. Pengorbanan, perjuangan serta dedikasimu untuk Indonesia tercinta seakan tertutup oleh nama besar sahabatmu, Bung Karno.
Mungkin sudah menjadi karakter saya dan bahkan kita semua sebagai Bangsa yang kurang menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk tegaknya Negeri ini. Saya yang sudah berumur seperempat abad hampir tidak tahu besarnya pengorbanan, perjuangan serta dedikasimu untuk Indonesia, apalagi harus mengingat tanggal lahir serta tanggal kematianmu. Lalu bagaimana dengan mereka, anak-anak muda yang umurnya dibawah saya, jangan-jangan mereka sama seperti saya atau mungkin lebih parah dari saya, entahlah!!!
Pernah dalam dua kali kesempatan saya bertanya kepada anak seumuran SMA tentang nama besarmu dan saya menemukan sebuah jawaban yang sama. Saya memulai dengan membuka pertanyaan, apa yang kalian ketahui tentang Soekarno Hatta? merekapun menjawab nama sebuah bandara udara di Jakarta (Bandara Soetta). Kemudian saya melanjutkan dengan pertanyaan, selain itu apalagi? Merekapun menjawab presiden pertama Republik Indonesia, tidak berhenti sampai disitu untuk menutup pertanyaan saya tanyakan lagi, waktu Soekarno jadi presiden siapa waklinya? Mereka pun menjawab tidak tahu, dan akhirnya saya bisa menyimpulkan mungkin Soekarno Hatta menurut mereka adalah menujuk kesatu orang yaitu Bung Karno.
Ternyata gelarmu mulai dari pejuang kemerdekaan, aktivis partai politik, perumus UUD, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, ekonom dan seorang wakil presiden sekalipun masih belum mampu membuat kebanyakan dari kita mengenalmu apalagi mengingatmu. euphoria untuk sekedar mengingat tanggal kematianmu saja kalah ramai dengan resminya penunjukkan Jokowi sebagai Capres yang tanggalnya bersamaan dengan tanggal kematianmu 34 tahun silam, yang dimana saat itu hampir seluruh media masa dan media social membicarakan pencapresan itu baik mereka yang pro maupun kontra, sejujurnya tanpa bermaksud membandingkan, sampai saat ini belum ada nama besar di Republik ini yang mampu melampaui dedikasimu untuk Indonesia, bahkan seorang Jokowi sekalipun.
Bagaimana tidak, ketika Negeri ini merindukan sosok pemimpin yang bisa menjadi teladan, engkau hadir mengingatkan kita semua akan nilai-nilai kebaikan dimana didalamnya terkandung nilai-nilai kejujuran, ketekunan, kesederhanaan dan tidak mengenal kompromi, antara yang diucapkan dengan yang dilakukan selaras. Bukankah bagimu kepentingan Negara jauh lebih utama dari pada kepentingan pribadi dan keluarga. Kesederhanaanmu tercermin dari ketidakmampuanmu membeli sepatu “bully” hingga akhir hayatmu.
Kesederhanaanmu juga mengingatkan kita pada ketidakmampuanmu membayar tagihan listrik rumahmu karena kecilnya uang pensiunanmu yang hampir sama dengan gaji sopir pribadimu yang dibiayai Negara saat itu. Sikapmu menempatkan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi engkau buktikan dengan melakukan pemotongan nilai mata uang (redenominasi) tanpa sepengetahuan istri dan keluargamu, sehingga membuat istrimu marah karena kebijakanmu uang yang ditabungkannya tidak lagi cukup untuk membeli mesin jahit idamannya. Tidak hanya itu, engkau juga lebih memilih naik haji dengan uang pribadimu meskipun Negara saat itu menawarkan biaya haji gratis untukmu dan keluargamu dari uang Negara. Belum lagi Saat (setelah tidak wapres lagi) di bandara Schipol Amsterdam, engkau pernah menolak di dijemput Dubes RI untuk Belanda karena menganggap sudah bukan pejabat Negara lagi.
Sikapmu tidak mengenal kompromi engkau buktikan dimana sejak eksekusi mati Usman dan Harun dijalankan, engkau bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di Singapura, baik menghadiri undangan ataupun hanya sekadar transit dan sumpah tersebut engkau penuhi yang sampai akhir hayatmu tidak pernah lagi menginjakkan kaki di Singapura. Ketekunanmu dan jiwa kenegaraanmu engkau tunjukan dengan terus menulis untuk menambah penghasilanmu, meskipun engkau bisa saja bekerja diperusahaan asing yang saat itu banyak menawarimu untuk bekerja dengan gaji tinggi, tapi engkau lebih memilih menjadi negarawan dengan menolak segala penawaran itu karena takut terjadi banyak kepentingan.
Engkau pula yang mengajarkan kita untuk berbesar hati tidak “ngandoli” jabatan dan sikap itu engkau buktikan dengan mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden setelah berbeda pandangan dengan Bung Karno. Engkau juga yang mengajarkan kepada kita nilai-nilai kesetiakawanan tanpa rasa dendam, sikap itu engkau tunjukkan dengan menjenguk Bung Karno saat beliau sakit sebagai tahanan politik, seorang sahabat yang pernah membuatmu mundur dari jabatan wakil Presiden.
Rasanya membicarakan nilai-nilai kebaikanmu tidak ada habisnya. Biarlah mereka hari ini euphoria dengan penetapan Jokowi sebagai capres dan saya akan tetap memilih bernostalgia mengingat perjuangan dan dedikasimu untuk Negeri tercinta sebagai anak bangsa yang melampaui jamannya. Selamat jalan Bung, kami akan selalu merindukan orang sepertimu dan semoga amal kebaikanmu mengantarmu menuju surgaNya.. amin
Wahyu Abdullah, 18 Maret 2014
Tulisan ini saya buat dalam bus Damri yang mengantar saya dari Bekasi menuju Bandara Soekarno Hatta
Tuhan terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa
Proklamator tercinta
Jujur lugu dan bijaksana
Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
Rakyat Indonesia
(Bung Hatta – Iwan Fals)
Empat belas Maret 1980, tepat 34 tahun yang lalu engkau menghadap sang khalik sekaligus meningalkan Indonesia tercinta untuk selamanya. Negara yang pernah engkau bela (merdeka-kan) dengan segenap jiwa raga tanpa berharap sesuatu apapun. Jasa dan pengabdianmu untuk Indonesia akan senantiasa melekat pada jiwa setiap mereka yang mau menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk Bangsanya. Meskipun sampai hari ini, realita yang ada tidak banyak dari kita yang mengenalmu apalagi mengenangmu sebagai Bapak Bangsa. Pengorbanan, perjuangan serta dedikasimu untuk Indonesia tercinta seakan tertutup oleh nama besar sahabatmu, Bung Karno.
Mungkin sudah menjadi karakter saya dan bahkan kita semua sebagai Bangsa yang kurang menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk tegaknya Negeri ini. Saya yang sudah berumur seperempat abad hampir tidak tahu besarnya pengorbanan, perjuangan serta dedikasimu untuk Indonesia, apalagi harus mengingat tanggal lahir serta tanggal kematianmu. Lalu bagaimana dengan mereka, anak-anak muda yang umurnya dibawah saya, jangan-jangan mereka sama seperti saya atau mungkin lebih parah dari saya, entahlah!!!
Pernah dalam dua kali kesempatan saya bertanya kepada anak seumuran SMA tentang nama besarmu dan saya menemukan sebuah jawaban yang sama. Saya memulai dengan membuka pertanyaan, apa yang kalian ketahui tentang Soekarno Hatta? merekapun menjawab nama sebuah bandara udara di Jakarta (Bandara Soetta). Kemudian saya melanjutkan dengan pertanyaan, selain itu apalagi? Merekapun menjawab presiden pertama Republik Indonesia, tidak berhenti sampai disitu untuk menutup pertanyaan saya tanyakan lagi, waktu Soekarno jadi presiden siapa waklinya? Mereka pun menjawab tidak tahu, dan akhirnya saya bisa menyimpulkan mungkin Soekarno Hatta menurut mereka adalah menujuk kesatu orang yaitu Bung Karno.
Ternyata gelarmu mulai dari pejuang kemerdekaan, aktivis partai politik, perumus UUD, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, ekonom dan seorang wakil presiden sekalipun masih belum mampu membuat kebanyakan dari kita mengenalmu apalagi mengingatmu. euphoria untuk sekedar mengingat tanggal kematianmu saja kalah ramai dengan resminya penunjukkan Jokowi sebagai Capres yang tanggalnya bersamaan dengan tanggal kematianmu 34 tahun silam, yang dimana saat itu hampir seluruh media masa dan media social membicarakan pencapresan itu baik mereka yang pro maupun kontra, sejujurnya tanpa bermaksud membandingkan, sampai saat ini belum ada nama besar di Republik ini yang mampu melampaui dedikasimu untuk Indonesia, bahkan seorang Jokowi sekalipun.
Bagaimana tidak, ketika Negeri ini merindukan sosok pemimpin yang bisa menjadi teladan, engkau hadir mengingatkan kita semua akan nilai-nilai kebaikan dimana didalamnya terkandung nilai-nilai kejujuran, ketekunan, kesederhanaan dan tidak mengenal kompromi, antara yang diucapkan dengan yang dilakukan selaras. Bukankah bagimu kepentingan Negara jauh lebih utama dari pada kepentingan pribadi dan keluarga. Kesederhanaanmu tercermin dari ketidakmampuanmu membeli sepatu “bully” hingga akhir hayatmu.
Kesederhanaanmu juga mengingatkan kita pada ketidakmampuanmu membayar tagihan listrik rumahmu karena kecilnya uang pensiunanmu yang hampir sama dengan gaji sopir pribadimu yang dibiayai Negara saat itu. Sikapmu menempatkan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi engkau buktikan dengan melakukan pemotongan nilai mata uang (redenominasi) tanpa sepengetahuan istri dan keluargamu, sehingga membuat istrimu marah karena kebijakanmu uang yang ditabungkannya tidak lagi cukup untuk membeli mesin jahit idamannya. Tidak hanya itu, engkau juga lebih memilih naik haji dengan uang pribadimu meskipun Negara saat itu menawarkan biaya haji gratis untukmu dan keluargamu dari uang Negara. Belum lagi Saat (setelah tidak wapres lagi) di bandara Schipol Amsterdam, engkau pernah menolak di dijemput Dubes RI untuk Belanda karena menganggap sudah bukan pejabat Negara lagi.
Sikapmu tidak mengenal kompromi engkau buktikan dimana sejak eksekusi mati Usman dan Harun dijalankan, engkau bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di Singapura, baik menghadiri undangan ataupun hanya sekadar transit dan sumpah tersebut engkau penuhi yang sampai akhir hayatmu tidak pernah lagi menginjakkan kaki di Singapura. Ketekunanmu dan jiwa kenegaraanmu engkau tunjukan dengan terus menulis untuk menambah penghasilanmu, meskipun engkau bisa saja bekerja diperusahaan asing yang saat itu banyak menawarimu untuk bekerja dengan gaji tinggi, tapi engkau lebih memilih menjadi negarawan dengan menolak segala penawaran itu karena takut terjadi banyak kepentingan.
Engkau pula yang mengajarkan kita untuk berbesar hati tidak “ngandoli” jabatan dan sikap itu engkau buktikan dengan mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden setelah berbeda pandangan dengan Bung Karno. Engkau juga yang mengajarkan kepada kita nilai-nilai kesetiakawanan tanpa rasa dendam, sikap itu engkau tunjukkan dengan menjenguk Bung Karno saat beliau sakit sebagai tahanan politik, seorang sahabat yang pernah membuatmu mundur dari jabatan wakil Presiden.
Rasanya membicarakan nilai-nilai kebaikanmu tidak ada habisnya. Biarlah mereka hari ini euphoria dengan penetapan Jokowi sebagai capres dan saya akan tetap memilih bernostalgia mengingat perjuangan dan dedikasimu untuk Negeri tercinta sebagai anak bangsa yang melampaui jamannya. Selamat jalan Bung, kami akan selalu merindukan orang sepertimu dan semoga amal kebaikanmu mengantarmu menuju surgaNya.. amin
Wahyu Abdullah, 18 Maret 2014
Tulisan ini saya buat dalam bus Damri yang mengantar saya dari Bekasi menuju Bandara Soekarno Hatta
No Comment to " Tentang Bung Hatta, Yang Terlewatkan "