"Digital lifestyle" seperti yang dikatakan oleh anak-anak muda masa kini. Meskipun mereka tidak secara langsung mengatakan bahwa mereka mengikuti gaya hidup digital, namun dalam kenyataanya yang mereka jalani adalah gaya hidup digital.
Bagi kita yang dilahirkan pada tahun 1980-an atau sebelumnya, maka saat ini kita sedang beradaptasi untuk menjadi seorang "Masyarakat Digital", karena kita dilahirkan bukan pada era digital. Bagi kita yang lahir pada tahun 1990-an, kita akan melewati masa-masa yang sulit yaitu masa pencarian identitas, karena pada dasarnya kita lahir di era transisi, antara era industri ke era teknologi informasi.
Terakhir, bagi kamu-kamu yang lahir di abad 21 (Tahun 2000-an) maka ini adalah era kalian. Karena sejak lahir, kalian sudah memasuki era baru, yaitu era digital. Dimana sudah banyak aspek kehidupan sudah terdigitalisasi sedemikian rupa.
Kalau kita mau jujur, bagaimana kehidupan kita setelah memasukki era digital ini, pasti banyak sekali yang berubah. Terutama bagi kita masyarakat Indonesia yang lahir pada tahun 1990-an atau sebelumnya.
Mari flash back beberapa tahun ke belakang, ketika kita masih asyik untuk bermain 'dakon' atau permainan-permainan tradisional lainnya. Apakah ketika itu kita pernah berfikir bahwa sepuluh tahun kedepan permainan itu akan menjadi hal yang langka?
Kalau tidak percaya, silahkan anda pergi ke desa (yang katanya masyarakatnya masih primitif) coba lihat apa yang menjadi mainan mereka. Masihkan mereka bermain hal-hal yang anda mainkan dahulu? Mungkin bisa jadi "tidak". Karena merekalah yang sebenarnya yang disebut sebagai 'Digital Netizen'.
Kita ambil contoh lain, ketika keluarga di kota di pagi hari kita sering melihat bapak-bapak duduk di pintu depan rumah sambil membaca koran dan ditemani dengan secangkir kopi panas. Apakah pemandangan tersebut masih bisa kita lihat saat ini? Mungkin anda akan melihatnya di warung-warung kopi di sekitar rumah anda.
Dua contoh di atas merupakan sedikit dari aspek kehidupan kita yang berubah akibat campur tangan teknologi informasi yang saat ini berkembang teramat pesat. Namun tahukah anda siapa yang mengambil keuntungan dari perkembangan teknologi tersebut?
Seperti yang kita tahu, bahwa pemerintah masih berkutat pada permasalahan klasik yang di alami bangsa ini. Masalah Kependudukan di Indonesia, dalam artikel sebelumnya saya sempat menuliskan masalah kependudukan di Indonesia dan dampaknya di bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi. Di dalam artikel tersebut saya berusaha untuk menjelaskan bagaimana jika pertumbuhan penduduk tidak dibarengi dengan pertumbuhan kualitas penduduk.
Tahun depan (2015) Indonesia harus menjalankan kebijakan yang telah disepakati bersama beberapa tahun silam, AFTA (Asean Free Trade Agreement). Dalam perjanjian ini bangsa kita tidak boleh membatasi masuknya product dan tenaga asing yang ingin masuk di pasar Indonesia. Itu artinya apa "Kita akan bersaing dengan orang-orang se-Asean".
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah 'Siapkah diri kita sebagai generasi penerus bangsa untuk membuat pendiri bangsa ini bangga?'
Nah untuk itu, coba kita introspeksi diri kita masing-masing, bagaimana sikap kita untuk Indonesia kedepan. Dan bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi sebagaimana mestinya, bukan malah kita yang bergantung pada teknologi tersebut.
Gaya hidup digital | Sumber gambar : http://sondreb.com/ |
Terakhir, bagi kamu-kamu yang lahir di abad 21 (Tahun 2000-an) maka ini adalah era kalian. Karena sejak lahir, kalian sudah memasuki era baru, yaitu era digital. Dimana sudah banyak aspek kehidupan sudah terdigitalisasi sedemikian rupa.
Teknologi Informasi Sudah Merubah Dunia
Kalau kita mau jujur, bagaimana kehidupan kita setelah memasukki era digital ini, pasti banyak sekali yang berubah. Terutama bagi kita masyarakat Indonesia yang lahir pada tahun 1990-an atau sebelumnya.
Mari flash back beberapa tahun ke belakang, ketika kita masih asyik untuk bermain 'dakon' atau permainan-permainan tradisional lainnya. Apakah ketika itu kita pernah berfikir bahwa sepuluh tahun kedepan permainan itu akan menjadi hal yang langka?
Kalau tidak percaya, silahkan anda pergi ke desa (yang katanya masyarakatnya masih primitif) coba lihat apa yang menjadi mainan mereka. Masihkan mereka bermain hal-hal yang anda mainkan dahulu? Mungkin bisa jadi "tidak". Karena merekalah yang sebenarnya yang disebut sebagai 'Digital Netizen'.
Kita ambil contoh lain, ketika keluarga di kota di pagi hari kita sering melihat bapak-bapak duduk di pintu depan rumah sambil membaca koran dan ditemani dengan secangkir kopi panas. Apakah pemandangan tersebut masih bisa kita lihat saat ini? Mungkin anda akan melihatnya di warung-warung kopi di sekitar rumah anda.
Dua contoh di atas merupakan sedikit dari aspek kehidupan kita yang berubah akibat campur tangan teknologi informasi yang saat ini berkembang teramat pesat. Namun tahukah anda siapa yang mengambil keuntungan dari perkembangan teknologi tersebut?
Siapkah Kita Untuk Menantang Era Ini?
Seperti yang kita tahu, bahwa pemerintah masih berkutat pada permasalahan klasik yang di alami bangsa ini. Masalah Kependudukan di Indonesia, dalam artikel sebelumnya saya sempat menuliskan masalah kependudukan di Indonesia dan dampaknya di bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi. Di dalam artikel tersebut saya berusaha untuk menjelaskan bagaimana jika pertumbuhan penduduk tidak dibarengi dengan pertumbuhan kualitas penduduk.
Tahun depan (2015) Indonesia harus menjalankan kebijakan yang telah disepakati bersama beberapa tahun silam, AFTA (Asean Free Trade Agreement). Dalam perjanjian ini bangsa kita tidak boleh membatasi masuknya product dan tenaga asing yang ingin masuk di pasar Indonesia. Itu artinya apa "Kita akan bersaing dengan orang-orang se-Asean".
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah 'Siapkah diri kita sebagai generasi penerus bangsa untuk membuat pendiri bangsa ini bangga?'
Nah untuk itu, coba kita introspeksi diri kita masing-masing, bagaimana sikap kita untuk Indonesia kedepan. Dan bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi sebagaimana mestinya, bukan malah kita yang bergantung pada teknologi tersebut.
No Comment to " Kita Ditantang Dengan Derasnya Digitalisasi "